GADIS SKIZOFRENIA DAN SOSOK
MISTERIUS
By:
Afrilian Hasyimahsyazwan
Tatkala suatu ketika aku benar-benar
terpuruk oleh dia sang mantan, Tiba-tiba datang Pangeran berkuda putih
menghampiriku tanpa ragu. Awalnya aku tak sedikitpun menggubrisnya, namun dari
hari ke hari dia terus saja menghampiriku secara misterius. Tadinya aku sempat
mengira Aczha itu gak nyata, aku mengira dia itu halusinasiku saja. Namun, aku
baru menyadari nya ketika aku memasuki tahun ke Empatku di bangku kuliah, sejak
awal aku memasuki bangku kuliah Orang yang pertama kali menyapaku dengan
senyumannya di kertas MEMO yaitu Aczha.
Aku pikir dia itu senior dengan tipe-tipe murahan seperti kebanyakannya,
tipe-tipe suka nyari muka depan junior tanpa ada rasa tau dirinya low mereka
terlalu tua untuk berlaku ke kanak-kanakan.
Di akhir study ku ini aku mulai
merasakan kalau Aczha itu bener-bener nyata,bener-bener manusia dan bukan
halusinasiku saja. Namun untuk apa dia terus mengikutiku selama Empat tahun
ini? Apa dia jelmaan dari sosok pria yang begitu aku idam-idamkan yang datang
tanpa seizinku? Atau mungkin dia itu pria halusinasiku? Apa benar-benar
halusinasiku saja? Huuuffftt…Aku menarik napas panjang. “My Name Is ACZHA” Kalimat itu tiba-tiba nongol di depan kaca
mobilku, dia ngenalin namanya ke aku? Terus aku harus ngapain? Apa aku juga
harus bales MEMO yang dia kasih ke aku? Aaah.. yang bener aja sih tuh orang.
Jadi salah tingkah aku mah.
“Hey..MAMACITA
Naega Ayayayaya..
Janinhage
kkaejyeo beorin kkumi Ayayayaya..
Mwonga
muneojigo tteonasseo..
Nunmulmajeo
da memallasseo..
Gamtureul
sseun ja mugereul neukkyeo..
You
Cant do that..”
Duduk di beranda rumah sepagi ini
dengan di temani musik penyemangatku. Aaah…yang bener saja nih, Oppa-Oppa yang
keren itu selalu saja Nge-Dance di pelupuk mata ku,di temani dengan secangkir
kopi aku pikir “Gak buruk juga”. 7:30 aku harus ada di kampus,dan lagi-lagi
selembar kertas Memo berwarna Merah jambu tertempel di depan kaca mobilku yang
isi nya …
“ Raut
wajah datarmu sejak aku pertama kali melihatmu sampai detik ini gak pernah
berubah, itulah hal unik yang aku dapatkan dari sosok RARA.. tetap seperti itu
dan jangan pernah berubah, sebab aku tak pernah bosan menatap raut wajah yg
begitu mempesona.”
Tertanda: Pangeran berkuda Putih.
Aku hanya bisa terbengong-bengong
membaca Memo itu, “Ntuh orang sarap ya.
Gak di kampus, gak di rumah, gak di Studio, terus aja nongol tapi tanpa jejak, Alien kali ya..!!!” Gerutuku
dalam hati. Dalam sehari paling banyak Lima Memo yang dia kirim ke aku,selama
Empat tahun loh. Sejak kejadian di hari itu, Aczha yang mengaku sebagai
Pangeran Berkuda Putih mulai mengirim Memo yang berisikan kata-kata semangat, menghibur
dan lain sebagainya, dan dari hari ke hari itu kini mulai jadi kebiasaannya
hingga Empat tahun. Namun sekalipun aku gak pernah melihat wajahnya.
Aku pun bergegas ke kampus karena aku
harus lebih duluan datang dari dosen pembimbingku, sepagi ini berada di kampus
rasanya merinding-merinding gimana gitu, tak terlihat seorangpun di koridor
fakultas, bahkan para cleaning servis fakultas pun gak luput dari perhatianku,
sumpah gak ada orang satupun. Angin semilir di pagi ini membuat bulu kudukku
berdiri. Daun-daun kering berjatuhan dari pohonnya, dan suara pintu fakultas
yang berbunyi karena tiupan angin membuat Imanku mulai goyah. Ku ambil Earphone
kesayanganku dan memasang musik sekencang mungkin untuk mengusir rasa takut ku
pagi ini.
Tiba-tiba selintas aku melihat sosok
Pria mengenakan kemeja bermotifkan kotak-kotak berjalan menuju ke arahku dan
menyenggolku sampai aku tersungkut ke lantai. Seketika itupun buku-buku ku
berhamburan di lantai. Orang itu setengah jalan melewatiku tiba-tiba berbalik
arah dan memungut semua buku-buku ku dan mengulurkan tangannya untukku.
“ Maaf
aku terburu-buru sampai gak melihat ada orang di hadapanku, aku benar-benar
minta maaf Rara. Lain kali kita ngobrol bareng ya,aku duluan.” Seraya berlari ke ruang jurusan.
Aku pun seketika berdiri dan
mengejarnya kearah yang sama, namun herannya tak ada satupun orang berada di
lorong itu, ku coba membuka pintu ruang Akademik jurusanku ternyata masih
terkunci rapat, aku mencobanya berulang-ulang namun tetap saja nihil. Kemana
perginya orang itu? Aku gak mungkin salah lihat. Apa aku lagi berhalusinasi?
“Aaah..
tidak mungkin, itu nyata, dia menabrakku dan berlari ke ruangan itu. Tak ada
ruangan lain setelah ruangan akademik itu, itu ruangan paling ujung di lantai
dasar dan gerbang masuk ke kelas belum terbuka, lantas kemana perginya Pria
itu?.” Pikirku
Tak lama kemudian mahasiswa lain mulai
bedatangan, namun aku masih saja teringat akan kejadian beberapa jam yang lalu.
Jika kali ini aku benar-benar berhalusinasi, aku harus segera ke Psikiater.
Mana mungkin aku bisa menyelesaikan Skripsi ku dengan keadaan jiwa ku yang gak
tenang gini. Ayah-Bundaku sudah tidak sabaran mendampingiku saat wisuda
nanti,dan selalu menelponku setiap seminggu sekali, di tambah penyakit
halusinasiku ini yang membuatku hampir saja gila,masalah Aczha si Pangeran
berkuda Putih dan Pria misterius yang tiba-tiba hadir dalam hidupku. Aku
berjalan menuju ruangan dosen dengan beban pikiran di kepalaku yang bertumpuk-tumpuk,dengan
tatapan setengah kosong, serasa Migran menyerangku, dan tiba-tiba……
Aku terbangun karena bau obat-obatan
yang begitu tajam terhirup olehku, aku yang tidak begitu menyukai bau obat
terpaksa harus terbaring lemas dengan cairan Infus mengalir di tubuhku. Dan aku
terkejut saat aku siuman wajah yang pertama aku lihat adalah wajah Pria yang
tadi pagi menabrakku di koridor fakultas. Meski masih samar-samar, namun aku yakin
dengan kemeja itu, tatapan itu, aku yakin dia pasti pria misterius itu. Namun
karena masih merasa pusing aku kembali memejamkan mata sejenak hingga aku
merasa baikan. Ketika aku membuka mata sekali lagi, pria itupun lenyap dari
pandanganku. Yang terlihat olehku hanyalah Dinda sahabat terdekatku. Dinda
memegang erat tanganku dengan terisak-isak, bagi Dinda aku sangatlah berharga
buatnya, karena aku selalu ada baik saat Dinda senang maupun berduka. Aku
berbisik kearah dinda mengatakan kalau aku baik-baik saja.
Setelah di rawat Tiga jam di
poliklinik kampus aku merasa baikan dan Dinda mengajakku untuk makan siang. Nah
aku mencoba memberanikan diri untuk bertanya ke Dinda apa dia bersama seorang
pria di ruangan pasien tadi atau Cuma sendirian, jantung ini serasa mau copot
saat Dinda menjawab tak seorang pun selain dia yang berada di ruang pasien tadi
pagi.
“Lantas
apakah aku berhalusinasi lagi?”
Saat
Dinda memesan makan aku mencoba meraba-raba tasku..mencari peniti untuk
memperbaiki Jilbabku, namun, bukan peniti yang aku dapat melainkan Kertas Memo
berwarna merah jambu yang ada di tanganku yang isinya:
“ Maaf
atas sikapku yang membuatmu tak tenang, aku hanya mencoba lebih dekat lagi
denganmu RARA, maaf kan aku, aku akan selalu melindungimu.”
Tertanda:
Pangeran Berkuda Putih
Jemariku mulai gemetaran lagi, aku
betul-betul gak bisa menjelaskan bagaimana keadaan batinku saat itu. Dalam
hatiku aku ingin bertemu dengan pria misterius ini dimana pun dan kapanpun, aku
ingin mendengar lebih jelas penjelasannya. Jika dia bukan halusinasiku, aku
yakin dia pasti datang menemuiku. Aku sengaja menulis Memo dan meletakkannya di
meja kafe itu agar dia bisa membacanya.
Seminggu setelah aku menulis Memo itu
di meja kafe, aneh nya pria misterius itu gak pernah muncul lagi. Dan Pangeran
berkuda putih itu pun tidak pernah lagi mengirim Memo kepadaku. Apakah mereka
orang yang sama? Mungkinkah sosok pria
di koridor fakultas itu adalah Pangeran berkuda putih? “Aczha..Aczha..Aczha..Pangeran berkuda Putih, dan Pria Misterius..”
Hanya mereka yang ada di pikiranku sekarang, mereka itu makhluk yang hidup
dalam halusinasiku tanpa ada persetujuan dariku.
Dan seminggu pula aku terbaring lemas
di kamar, aku bisa merasakan betapa sedihnya Bunda melihat keadaanku yang kian
hari kian memburuk, begitupun dengan Dinda sahabatku yang tak pernah semenitpun
meninggalkan aku. Alasan aku di rawat di rumah karena aku yang tidak begitu
tahan dengan suasana rumah sakit yang berbau obat-obatan. Dinda mengatakan
kepadaku kalau aku baru saja siuman semenjak tak sadarkan diri Lima hari yang
lalu, namun aku merasa hanya seperti tidur selama Empat jam, dan aku sudah
menghabiskan tujuh botol Infus. Meskipun mataku terpejam dan tak sadarkan diri,
aku masih bisa melihat Pria misterius itu, hal itu seperti nyata, dia
menggenggam tanganku, dia tersenyum tepat di hadapanku, tapi mendengar apa yang
di katakan Dinda tadi, aku rasa aku hanya bermimpi.
Beberapa hari sebelum aku terbaring
sakit, aku menyempatkan diri konsul ke dokter psikiater yang juga adalah
pamanku, aku menceritakan semua kejadian yang aku alami semenjak Empat tahun
belakangan ini yang aku anggap bukan hal yang serius buatku. Paman menganjurkan
aku untuk melakukan pengobatan terapi, namun aku menolaknya, alasannya aku tak
ingin membuat ayah dan bundaku khawatir, dan aku juga sedang sibuk-sibuknya
mengerjakan skripsiku. Kata paman Aku mengidap Skizofrenia tahap awal, dimana gejala aktifnya yaitu aku sering
berhalusinasi Tentang Pria yg bernama Aczha yang selalu mengirimkan aku kertas
Memo dan menunjukkan dirinya di hadapanku sesekali. Kertas memo yang bagi ku
nyata namun bagi Dinda itu tak nyata sebab dia tak pernah sekalipun melihatnya
jika aku menceritakan hal itu kepadanya.
Namun
masalah yang lebih besar dari halusinasi itu adalah ketika aku tak mampu
berpikir jernih dan selalu menganggap bahwa Aczha dan pria misterius itu adalah
makhluk yang nyata. Trauma yang aku alami Empat tahun yang lalu membuat bekas
yang begitu mendalam di ingatanku sehingga aku mampu menghadirkan sosok
penyayang, sosok pemerhati yang selalu hadir di setiap aku menginginkannya. Trauma
akan pengkhianatan Pria yang begitu aku cinta bahkan pria yang telah
bertunangan denganku akhirnya meninggalkan aku demi wanita yang baru dia kenal
saat pertama kali masuk perguruan tinggi.
Begitu terpukulnya bunda setelah
mendengarkan apa yang di katakana oleh paman. Paman juga mengatakan bahwa Skizofrenia adalah penyakit yang hanya
sembuh seratus persen dari keinginan si pasien, ketika si pasien semakin
terpuruk dengan halusinasinya maka pasien akan semakin ketergantungan dengan
sosok yang ia hadirkan sendiri.
Inilah aku, Syazwan Azzahra yang akrab
di panggil Rara. Dengan segala keterbatasanku aku berusaha sekuat tenaga untuk
bangun dari mimpi buruk yang tak pernah terbayang sedikitpun. Dua minggu
berlalu aku semakin sering mendapatkaan kertas Memo itu di kasurku, dengan
untaian kalimat yang berbeda-beda. Aku pun semakin sering melihat pria itu di
rumah, baik itu di halaman, di ruang tamu, bahkan di kamarku menjelang aku
tidur. Pernah sekali pria itu mengatakan bahwa dia adalah pria yang sama.
“Aku,
pria berkuda putih dan sosok bernama Aczha adalah orang yang sama, akulah yang
selalu menemanimu selama ini, aku pula yang sengaja menabrak mu saat di koridor
fakultas, aku hanya mengagumi dirimu. Aku ini nyata bagimu Rara, aku ini
nyata.” Ucap pria itu dengan
nada setengah membentak.
“ Gak,
kamu gak nyata Aczha, kamu hanyalah sosok halusinasiku. Ku mohon jangan pernah
hadir lagi dalam kehidupanku, tidak puaskah kamu selama Empat tahun ini selalu
berada di balik bayanganku?”
Ucapku seraya mengusap air mata.
Tanpa sepatah katapun sosok itu
berjalan keluar dari kamarku dengan meninggalkan secuil senyuman di wajahnya.
Dinda yang sedari tadi mendengarkan percakapanku seorang diri langsung
memelukku dengan erat seraya berbisik “gak
papa, kamu akan sembuh ko’ Rara. Terus saja berkomunikasi dengannya.” Dinda
mengelus rambutku. Tak ada yang membuatku merasa sangat bahagia di dunia ini
selain memiliki dinda yang begitu tulus padaku dan Ayah-Bunda yang begitu
menyayangiku.
Suatu hari pada saat aku menjalani
terapi pengobatanku, tiba-tiba aku histeris gak karuan, sesekali aku melihat
sosok Aczha, namun yang aku lihat kali ini sosok Aczha diman-mana, mereka
menatapku dengan senyuman hanya saja aku merasa ngeri melihat mereka. Sosok
yang awalnya selalu menemaniku mengapa kini seakan-akan menerorku?. Karena
tingkahku yang tiba –tiba seperti itu dengan terpaksa aku di berikan Diazepam (Obat penenang). Dan akhirnya
dengan terpaksa pula perawatanku di
pindahkan ke rumah sakit agar lebih intensif. Tak ada seorang pun yang bisa menjengukku
tanpa seizin Dokter, bahkan Ayah dan
bunda sekalipun. Kemana mana aku harus di kawal, hmm..begitu membosankan.
Dua
bulan aku menjalani pengobatanku di rumah sakit membuat aku mulai terbiasa
dengan bau obat-obatan. Dengan melihat kondisiku yang kian membaik, dokter merencanakan
kepulanganku besok pagi. Semenjak keluar dari rumah sakit aku tidak lagi
melihat Aczha.
“akhirnya
aku mampu menyembuhkan diriku sendiri, aku mampu melenyapkan sosok Aczha. Dan mulai sekarang aku bisa focus pada
kuliahku yang sempat terbengkalai.” Pikirku
Tiga bulan berlalu, saat aku
mengendarai mobilku dengan terburu-buru karena tidak ingin terlambat menjemput
Dinda di rumahnya, Tiba-tiba sosok Aczha muncul tepat di sampingku. Aku yang
terkejut dengan hal itu gak bisa berbuat apa-apa, tiba-tiba aku menabrak pohon
yang ada di pinggir jalan. Gak ada yang parah dengan kecelakaan itu, hanya
mengalami geger otak ringan. Saat aku sadar di ruang UGD Dinda menangis
seakan-akan aku mau mati saja. Saat itu hanya satu kata yang bisa aku ucapkan
ke Dinda, “A..A..Ac..zha... dia ada di
sampingku” aku pun kembali tak sadarkan diri.
Lagi-lagi setelah aku melihat Aczha,
tiba-tiba kertas memo merah jambu itu ada di genggamanku. “Untuk terakhir kalinya aku datang untuk melihat mu, aku akan pergi
sesuai dengan keinginanmu. Kamu benar, aku adalah sosok halusinasi yang kamu
buat dari trauma masa lalu mu, awalnya kamu sendiri yang menginginkan aku hadir
dalam kehidupanmu untuk mengisi kekosonganmu, maka aku hadir dalam dunia
halusinasimu. Kini aku pergi karena kamu pula yang menyuruhku untuk pergi.
Selamat tinggal Rara”
“Selamat
tinggal Aczha..” Air mataku
tak henti-hentinya menetes, bahkan begitu sakit di bandingkan saat aku di
khianati mantan kekasihku.
Satu tahun berlalu, kini aku sudah
wisuda, dan gelarku sebagai sarjana hukum pun telah ku dapatkan, begitupun
dengan dinda yang lebih awal di wisuda dari pada aku. Dinda mengirimkan aku
pesan bahwa dia menunggu ku di bundaran kampus, tanpa pikir panjang aku pun
bergegas menemui sahabatku itu. Hmm.. lagi-lagi dia memelukku dengan erat, itu
sangat membosankan.
“Rara, ada yang mau ketemu sama
kamu,bentar ya aku panggilin orangnya.” Seraya mengerlingkan matanya.
“Owalaah…
kamu jadi genit gitu,ngeri aku mah ngeliatnya.” Kataku sambil
menggeleng-gelengkan kepala.
Tak lama Dinda datang dengan membawa
pria di sampingnya, dan kata dinda pria itu pengagumku, dia tertarik kepadaku
saat membaca Novel perdanaku mengenai Skizofrenia. Namun yang membuat aku
tercengang yaitu wajahnya mirip dengan sosok Aczha yang aku kenal satu tahun yang
lalu, apakah ini halusinasiku lagi? Ahh..tidak.. kali ini dia nyata. Hanya saja
nama pria yang ada di depan ku ini beda, AMAR dan bukan ACZHA.
Mau gak mau aku harus mampu membuka
hatiku untuk orang lain, kali ini untuk yang benar-benar konsisten dalam
menjalin hubungan denganku. Jika Amar
mampu menciptakan bahagiaku kenapa gak? Yang aku butuhkan bukan janji palsu
yang gak bermartabat, tapi wujud dari apa yang dinamakan Action. Dan akhirnya
dari semua hal yang aku katakana itu aku dapatkan dalam diri Amar. Ya, Amar sang jelmaan dari sosok Aczha “Pria
halusinasiku.”
0 komentar:
Posting Komentar