Jumat, 31 Oktober 2014

Cerpen terbaru Oktober 2014

CINTA ITU EMERGENCY !!!

By : Afrilian Hasyimahsyazwan

“ CINTA, adalah hal yang unik jika di lihat dari dua sisi mata uang yang berbeda. CINTA terkadang memberikan kekuatan bagi yang memahaminya secara utuh. Tapi terkadang CINTA menjadi lemah ketika Si pemilik cinta meragukan Anugerah itu. Yaa, CINTA itu Anugerah terbesar diseluruh jagad raya ini.
Bermodalkan cinta saja tidak cukup, harus ada yang namanya tanggung jawab, saling menghargai antar pasangan, bahkan harus punya modal materi untuk bisa membangun sebuah CINTA yang sebenarnya.
Di era modern yang serba glamour terkadang mereka para remaja di butakan dengan cinta versi mereka. Berbagai duduk permasalahan yang terkadang membuat mereka tak memiliki jalan lain selain mengakhiri hidup mereka atau hidup orang lain. Semua itu karena CINTA versi mereka yang salah.”

Nama ku Syazwan Azzahra, aku seorang penulis cerpen sebuah tabloid remaja di  perusahaan surat kabar yang ada di Makassar. Meskipun aku penulis cerpen romantis, tapi sebenarnya tidak seromantis perjalanan cintaku hingga sekarang aku berumur dua puluh empat tahun. Hal tersulit yang aku hadapi yaitu ketika akan saling berkomitmen antara aku dan dia, ada saja halangannya. Di selingkuhinlah, di tinggal nikahlah, bahkan di porotin dan ujung-ujungnya pun selesai begitu saja. Na’as bukan?
Tidak sulit bagiku untuk mencari sosok pria yang akan mendampingiku kelak, hanya saja yang sulit adalah mencari yang mampu bertahan meski di hantam badai dari sisi manapun. Bahkan kriteia priaku pun tidak muluk-muluk, hamya mampu bertanggung jawab layaknya seorang pria dan mampu membangun cinta dalam keluarga yang Sakinah. Bahkan hal yang sesimple itupun gak bisa aku dapatkan di umurku yang cukup matang dalam berkeluarga.

Beda pemain beda pula kisah dan karakternya, kisah ku pun begitu, beda pria beda pula ceritanya. Di ujung ingatanku yang tak pernah aku lupakan hingga hembusan nafas ku sedetik yang lalu pun aku masih mengingatnya yaitu Galang. Kenapa harus dia yang nyantol di ingatanku? Karena retorika cintanya aku pun tertarik menjalin hubungan bersamanya. Galang orangnya perfect, stylist, sukses, dan dimataku dia orangnya sopan,baik, pokoknya semuanya ada sama dia. Bahkan tak terlihat sisi kekurangannya di mataku. Terkadang membuat iri sahabat-sahabat dan rekan kerjaku. Setiap jam pesan BBM nya selalu ada, ingetin aku sarapanlah, makan sianglah, makan malamlah, jangan terlalu capeklah dan sebagainya. Hal yang diinginkan setiap cewek dalam suatu hubungan yaitu perhatian seperti itu. Meskipun jarang ketemu dengan Galang setidaknya kita punya jadwal Nge-Date di sela-sela kesibukan kita masing-masing.

Tak pernah seharipun Galang melewatkan 1 hal yang aku sukai. Seperti biasanya, sepagi ini karangan bunga dari Galang pun menghiasi meja kerjaku. Bagi Galang karangan bunga itu bisa buat aku semangat kerja dan pengganti kehadirannya. Aku tidak pernah menuntut banyak dari Galang, aku selalu mensupport dia, dan terkadang aku datang ke kantornya membawakan makanan meskipun tidak pernah ketemu karena selalu bertepatan dengan jadwal meeting nya.

Jumat pagi aku sudah sibuk memilah-milah baju mana yang akan aku kenakan saat Nge-Date sama Galang. Dan setiap hari jumat juga aku mendengar Jeritan Gita di kamarku. Bagaiman tidak, kamar seperti kapal pecah kalau aku lagi memilah-milah baju. Gita adalah adik bungsuku yang sekarang di bangku kuliah, dia yang mengurus semua pekerjaan rumah jika aku sedang sibuk-sibuknya di kantor. Dan tak jarang aku kena omelan adikku sendiri, karena kerjaanku hanya mengobrak-abrik rumah.
Seingatku, ini kencanku yang ke dua belas, karena sudah sekitar tiga bulan aku jadian dengan Galang. Dan selama itupun semua berjalan mulus. Tak lama selesai berdandan suara klakson mobil Galang mengagetkan ku. Akupun bergegas keluar dan menghampiri Galang.
“ Maaf Lang, aku lama ya?” seraya masuk ke mobil yang pintunya udah dibukain sama Galang.
“ Tidak juga, aku juga barusan sampai ko’. Kita kemana hari ini princess?” tanya Galang dengan wajah cute nya itu.
“ Aku sih maunya ke tempat favorit aku, gmana?” tanyaku manja.
Galang sedikit menarik nafas dan kelihatan berpikir.
          “ Tempat favorit? “
          “ Iya, dikantor. Hehehe” kataku cengengesan
Galang pun geleng-geleng kepala seraya menyalakan mesin mobil. Dan hari itu hari dimana hanya ada kata AKU dan DIA, tanpa ada kata PEKERJAAN. Seharian kami hanya jalan, nonton dan makan. Yaah.. seperti itulah kegiatan kami ketika Nge-Date.

Seminggu berlalu, entah apa sebab musabab nya Galang kini sulit sekali untuk dihubungi. aku telpon di reject, aku SMS tidak pernah ada balasannya. Di BBM juga Cuma di Read. Aku bingung sama tingkah Galang yang tiba-tiba berubah drastis. Pernah sekali aku datang ke kantor Galang, dan aku melihat galang mesra sekali dengan Sutha teman kantor yang katanya adalah sahabatnya. “Apa sesama cowok harus semesra itu ya?” Gumamku dalam hati. Tapi aku gak berpikiran macam-macam, aku pikir Gaalang berusaha menenangkan Sutha yang kala itu terkena musibah.

Aku hampiri Galang kala itu, dan tiba-tiba Galang tersentak karena kehadiranku. Dan tiba-tiba Galang membentakku di hadapan Sutha, entah apa salahku baru pertama kalinya Galang kasar terhadapku. Meskipun kelihatannya aneh, aku pikir aku yang salah karena datang tanpa mengabari Galang, wajar saja dia  semarah itu. Aku coba bicara baik-baik sama Galang, tapi Galang enggan menatapku sedikitpun.

Di setiap langkahku menuju rumah, hal yang aku pikirkan adalah Galang, kenapa galang seperti itu? Sejak kapan galang sekasar itu? Khayalan ku buyar ketika aku sadar kepalaku kejedot di tiang listrik,, “AAAHHH... sakit atuuh...” seraya mengelus-elus kepalaku. Untung saja tidak ada yang melihat kejadian itu.

Ketika cinta sudah mendarah daging, di hinapun sama Galang aku masih tetap menyukainya. Masih berusaha sabar, hanya bisa menunggu amarah Galang meredah. Keesekon harinya aku kembali menemui Galang, berniat menghibur Galang dan meminta maaf, tapi ketika aku akan masuk ke ruangannya, aku terkejut saat melihat di balik daun pintu, Galang bermesraan yang gak sewajarnya sesama laki-laki, yaa Sutha yang aku kira adalah sahabat Galang. Kini aku tau semuanya, kini aku tau jika Galang ternyata seorang Gay. Rasa sakit karena merasa di khianati kekasih yang ternyata sama sekali tidak menyukai ku membuat rasa marah, kecewa, bercampur jadi satu.

Pria yang awalnya tak ada sedikitpun kekurangan di mataku, ternyata menyembunyikan rahasia besar yang tidak aku sangka. Pria yang sempat mengajakku berkomitmen menjalani hubungan yang serius, kini hanya sebuah retorika palsu belaka.
“Kenapa harus Gay? Apa aku ini tidak cukup mengisi kekosonganmu selama ini?” Gumamku. Ternyata menjalin hubungan denganku hanya sekedar formalitas belaka. Hati yang seutuhnya aku berikan dan aku percayakan kepada Galang, kini hancur berkeping-keping. 

Entah asal muasalnya dari mana aku bisa mendapatkan pria seperti Galang, yang begitu sempurna dimata para wanita. Aku hampir melupakan hal itu.
Sejak saat itu aku begitu selektif dalam memilih pria. Trauma ini seakan-akan membuat aku belajar dalam mengartikan Cinta yang sebenarnya. Status Jomblo pun tersandang dalam diriku.

Mungkin ini yang dikatakan Cinta itu Emergency, begitu menggebu-gebu saat pandangan pertama, hingga akhirnya menjadi kecewa stadium akhir.

SEKIAN....

Minggu, 21 September 2014

Cerpen terbaru September 2014


GADIS SKIZOFRENIA DAN SOSOK MISTERIUS

By: Afrilian Hasyimahsyazwan

Tatkala suatu ketika aku benar-benar terpuruk oleh dia sang mantan, Tiba-tiba datang Pangeran berkuda putih menghampiriku tanpa ragu. Awalnya aku tak sedikitpun menggubrisnya, namun dari hari ke hari dia terus saja menghampiriku secara misterius. Tadinya aku sempat mengira Aczha itu gak nyata, aku mengira dia itu halusinasiku saja. Namun, aku baru menyadari nya ketika aku memasuki tahun ke Empatku di bangku kuliah, sejak awal aku memasuki bangku kuliah Orang yang pertama kali menyapaku dengan senyumannya di kertas MEMO  yaitu Aczha. Aku pikir dia itu senior dengan tipe-tipe murahan seperti kebanyakannya, tipe-tipe suka nyari muka depan junior tanpa ada rasa tau dirinya kalau mereka terlalu tua untuk berlaku ke kanak-kanakan.
Di akhir study ku ini aku mulai merasakan kalau Aczha itu bener-bener nyata,bener-bener manusia dan bukan halusinasiku saja. Namun untuk apa dia terus mengikutiku selama Empat tahun ini? Apa dia jelmaan dari sosok pria yang begitu aku idam-idamkan yang datang tanpa seizinku? Atau mungkin dia itu pria halusinasiku? Apa benar-benar halusinasiku saja? Huuuffftt…Aku menarik napas panjang. “My Name Is ACZHA”  Kalimat itu tiba-tiba nongol di depan kaca mobilku, dia ngenalin namanya ke aku? Terus aku harus ngapain? Apa aku juga harus bales MEMO yang dia kasih ke aku? Aaah.. yang bener aja sih tuh orang. Jadi salah tingkah aku mah.
“Hey..MAMACITA Naega Ayayayaya..
Janinhage kkaejyeo beorin kkumi Ayayayaya..
Mwonga muneojigo tteonasseo..
Nunmulmajeo da memallasseo..
Gamtureul sseun ja mugereul neukkyeo..
You Cant do that..”
Duduk di beranda rumah sepagi ini dengan di temani musik penyemangatku. Aaah…yang bener saja nih, Oppa-Oppa yang keren itu selalu saja Nge-Dance di pelupuk mata ku,di temani dengan secangkir kopi aku pikir “Gak buruk juga”. 7:30 aku harus ada di kampus,dan lagi-lagi selembar kertas Memo berwarna Merah jambu tertempel di depan kaca mobilku yang isi nya …
“ Raut wajah datarmu sejak aku pertama kali melihatmu sampai detik ini gak pernah berubah, itulah hal unik yang aku dapatkan dari sosok RARA.. tetap seperti itu dan jangan pernah berubah, sebab aku tak pernah bosan menatap raut wajah yg begitu mempesona.”
                                                                    Tertanda: Pangeran berkuda Putih.
Aku hanya bisa terbengong-bengong membaca Memo itu, “Ntuh orang sarap ya. Gak di kampus, gak di rumah, gak di Studio, terus aja  nongol tapi tanpa jejak, Alien kali ya..!!!” Gerutuku dalam hati. Dalam sehari paling banyak Lima Memo yang dia kirim ke aku,selama Empat tahun loh. Sejak kejadian di hari itu, Aczha yang mengaku sebagai Pangeran Berkuda Putih mulai mengirim Memo yang berisikan kata-kata semangat, menghibur dan lain sebagainya, dan dari hari ke hari itu kini mulai jadi kebiasaannya hingga Empat tahun. Namun sekalipun aku gak pernah melihat wajahnya.
Aku pun bergegas ke kampus karena aku harus lebih duluan datang dari dosen pembimbingku, sepagi ini berada di kampus rasanya merinding-merinding gimana gitu, tak terlihat seorangpun di koridor fakultas, bahkan para cleaning servis fakultas pun gak luput dari perhatianku, sumpah gak ada orang satupun. Angin semilir di pagi ini membuat bulu kudukku berdiri. Daun-daun kering berjatuhan dari pohonnya, dan suara pintu fakultas yang berbunyi karena tiupan angin membuat Imanku mulai goyah. Ku ambil Earphone kesayanganku dan memasang musik sekencang mungkin untuk mengusir rasa takut ku pagi ini.
Tiba-tiba selintas aku melihat sosok Pria mengenakan kemeja bermotifkan kotak-kotak berjalan menuju ke arahku dan menyenggolku sampai aku tersungkut ke lantai. Seketika itupun buku-buku ku berhamburan di lantai. Orang itu setengah jalan melewatiku tiba-tiba berbalik arah dan memungut semua buku-buku ku dan mengulurkan tangannya untukku.
“ Maaf aku terburu-buru sampai gak melihat ada orang di hadapanku, aku benar-benar minta maaf Rara. Lain kali kita ngobrol bareng ya,aku duluan.” Seraya berlari ke ruang jurusan.
Aku pun seketika berdiri dan mengejarnya kearah yang sama, namun herannya tak ada satupun orang berada di lorong itu, ku coba membuka pintu ruang Akademik jurusanku ternyata masih terkunci rapat, aku mencobanya berulang-ulang namun tetap saja nihil. Kemana perginya orang itu? Aku gak mungkin salah lihat. Apa aku lagi berhalusinasi?
“Aaah.. tidak mungkin, itu nyata, dia menabrakku dan berlari ke ruangan itu. Tak ada ruangan lain setelah ruangan akademik itu, itu ruangan paling ujung di lantai dasar dan gerbang masuk ke kelas belum terbuka, lantas kemana perginya Pria itu?.” Pikirku
Tak lama kemudian mahasiswa lain mulai bedatangan, namun aku masih saja teringat akan kejadian beberapa jam yang lalu. Jika kali ini aku benar-benar berhalusinasi, aku harus segera ke Psikiater. Mana mungkin aku bisa menyelesaikan Skripsi ku dengan keadaan jiwa ku yang gak tenang gini. Ayah-Bundaku sudah tidak sabaran mendampingiku saat wisuda nanti,dan selalu menelponku setiap seminggu sekali, di tambah penyakit halusinasiku ini yang membuatku hampir saja gila,masalah Aczha si Pangeran berkuda Putih dan Pria misterius yang tiba-tiba hadir dalam hidupku. Aku berjalan menuju ruangan dosen dengan beban pikiran di kepalaku yang bertumpuk-tumpuk,dengan tatapan setengah kosong, serasa Migran menyerangku, dan tiba-tiba……
Aku terbangun karena bau obat-obatan yang begitu tajam terhirup olehku, aku yang tidak begitu menyukai bau obat terpaksa harus terbaring lemas dengan cairan Infus mengalir di tubuhku. Dan aku terkejut saat aku siuman wajah yang pertama aku lihat adalah wajah Pria yang tadi pagi menabrakku di koridor fakultas.  Meski masih samar-samar, namun aku yakin dengan kemeja itu, tatapan itu, aku yakin dia pasti pria misterius itu. Namun karena masih merasa pusing aku kembali memejamkan mata sejenak hingga aku merasa baikan. Ketika aku membuka mata sekali lagi, pria itupun lenyap dari pandanganku. Yang terlihat olehku hanyalah Dinda sahabatku. Dinda memegang erat tanganku dengan terisak-isak, bagi Dinda aku sangatlah berharga buatnya, karena aku selalu ada baik saat Dinda senang maupun berduka. Aku berbisik kearah dinda mengatakan kalau aku baik-baik saja.
          Setelah di rawat Tiga jam di poliklinik kampus aku merasa baikan dan Dinda mengajakku untuk makan siang. Nah aku mencoba memberanikan diri untuk bertanya ke Dinda apa dia bersama seorang pria di ruangan pasien tadi atau Cuma sendirian, jantung ini serasa mau copot saat Dinda menjawab tak seorang pun selain dia yang berada di ruang pasien tadi pagi.
“Lantas apakah aku berhalusinasi lagi?”
Saat Dinda memesan makan aku mencoba meraba-raba tasku..mencari peniti untuk memperbaiki Jilbabku, namun, bukan peniti yang aku dapat melainkan Kertas Memo berwarna merah jambu yang ada di tanganku yang isinya:
“ Maaf atas sikapku yang membuatmu tak tenang, aku hanya mencoba lebih dekat lagi denganmu RARA, maaf kan aku, aku akan selalu melindungimu.”
                                                                   Tertanda: Pangeran Berkuda Putih
Jemariku mulai gemetaran lagi, aku betul-betul gak bisa menjelaskan bagaimana keadaan batinku saat itu. Dalam hatiku aku ingin bertemu dengan pria misterius ini dimana pun dan kapanpun, aku ingin mendengar lebih jelas penjelasannya. Jika dia bukan halusinasiku, aku yakin dia pasti datang menemuiku. Aku sengaja menulis Memo dan meletakkannya di meja kafe itu agar dia bisa membacanya.
Seminggu setelah aku menulis Memo itu di meja kafe, aneh nya pria misterius itu gak pernah muncul lagi. Dan Pangeran berkuda putih itu pun tidak pernah lagi mengirim Memo kepadaku. Apakah mereka orang yang sama?  Mungkinkah sosok pria di koridor fakultas itu adalah Pangeran berkuda putih? “Aczha..Aczha..Aczha..Pangeran berkuda Putih, dan Pria Misterius..” Hanya mereka yang ada di pikiranku sekarang, mereka itu makhluk yang hidup dalam halusinasiku tanpa ada persetujuan dariku. 
Dan seminggu pula aku terbaring lemas di kamar, aku bisa merasakan betapa sedihnya Bunda melihat keadaanku yang kian hari kian memburuk, begitupun dengan Dinda sahabatku yang tak pernah semenitpun meninggalkan aku. Alasan aku di rawat di rumah karena aku yang tidak begitu tahan dengan suasana rumah sakit yang berbau obat-obatan. Dinda mengatakan kepadaku kalau aku baru saja siuman semenjak tak sadarkan diri Lima hari yang lalu, namun aku merasa hanya seperti tidur selama Empat jam, dan aku sudah menghabiskan tujuh botol Infus. Meskipun mataku terpejam dan tak sadarkan diri, aku masih bisa melihat Pria misterius itu, hal itu seperti nyata, dia menggenggam tanganku, dia tersenyum tepat di hadapanku, tapi mendengar apa yang di katakan Dinda tadi, aku rasa aku hanya bermimpi.
Beberapa hari sebelum aku terbaring sakit, aku menyempatkan diri konsul ke dokter psikiater yang juga adalah pamanku, aku menceritakan semua kejadian yang aku alami semenjak Empat tahun belakangan ini yang aku anggap bukan hal yang serius. Paman menganjurkan aku untuk melakukan pengobatan terapi, namun aku menolaknya, alasannya aku tak ingin membuat Ayah dan Bundaku khawatir, dan aku juga sedang sibuk-sibuknya mengerjakan skripsiku. Kata paman Aku mengidap Skizofrenia tahap awal, dimana gejala aktifnya yaitu aku sering berhalusinasi Tentang Pria yg bernama Aczha yang selalu mengirimkan aku kertas Memo dan menunjukkan dirinya di hadapanku sesekali. Kertas memo yang bagi ku nyata namun bagi Dinda itu tak nyata sebab dia tak pernah sekalipun melihatnya jika aku menceritakan hal itu kepadanya.
 Namun masalah yang lebih besar dari halusinasi itu adalah ketika aku tak mampu berpikir jernih dan selalu menganggap bahwa Aczha dan pria misterius itu adalah makhluk yang nyata. Trauma yang aku alami Empat tahun yang lalu membuat bekas yang begitu mendalam di ingatanku sehingga aku mampu menghadirkan sosok penyayang, sosok pemerhati yang selalu hadir di setiap aku menginginkannya. Trauma akan pengkhianatan Pria yang begitu aku cinta bahkan pria yang telah bertunangan denganku akhirnya meninggalkan aku demi wanita yang baru dia kenal saat pertama kali masuk perguruan tinggi.
Begitu terpukulnya bunda setelah mendengarkan apa yang di katakan oleh paman. Paman juga mengatakan bahwa Skizofrenia adalah penyakit yang hanya sembuh seratus persen dari keinginan si pasien, ketika si pasien semakin terpuruk dengan halusinasinya maka pasien akan semakin ketergantungan dengan sosok yang ia hadirkan sendiri.
Inilah aku, Syazwan Azzahra yang akrab di panggil Rara. Dengan segala keterbatasanku aku berusaha sekuat tenaga untuk bangun dari mimpi buruk yang tak pernah terbayang sedikitpun. Dua minggu berlalu aku semakin sering mendapatkaan kertas Memo itu di kasurku, dengan untaian kalimat yang berbeda-beda. Aku pun semakin sering melihat pria itu di rumah, baik itu di halaman, di ruang tamu, bahkan di kamarku menjelang aku tidur. Pernah sekali pria itu mengatakan bahwa dia adalah pria yang sama.
“Aku, pria berkuda putih dan sosok bernama Aczha adalah orang yang sama, akulah yang selalu menemanimu selama ini, aku pula yang sengaja menabrak mu saat di koridor fakultas, aku hanya mengagumi dirimu. Aku ini nyata bagimu Rara, aku ini nyata.” Ucap pria itu dengan nada setengah membentak.
“ Gak, kamu gak nyata Aczha, kamu hanyalah sosok halusinasiku. Ku mohon jangan pernah hadir lagi dalam kehidupanku, tidak puaskah kamu selama Empat tahun ini selalu berada di balik bayanganku?” Ucapku seraya mengusap air mata.
Tanpa sepatah katapun sosok itu berjalan keluar dari kamarku dengan meninggalkan secuil senyuman di wajahnya. Dinda yang sedari tadi mendengarkan percakapanku seorang diri langsung memelukku dengan erat seraya berbisik “gak papa, kamu akan sembuh ko’ Rara. Terus saja berkomunikasi dengannya.” Dinda mengelus rambutku. Tak ada yang membuatku merasa sangat bahagia di dunia ini selain memiliki dinda yang begitu tulus padaku dan Ayah-Bunda yang begitu menyayangiku.
Suatu hari pada saat aku menjalani terapi pengobatanku, tiba-tiba aku histeris gak karuan, sesekali aku melihat sosok Aczha, namun yang aku lihat kali ini sosok Aczha diman-mana, mereka menatapku dengan senyuman hanya saja aku merasa ngeri melihat mereka. Sosok yang awalnya selalu menemaniku mengapa kini seakan-akan menerorku?. Karena tingkahku yang tiba –tiba seperti itu dengan terpaksa aku di berikan Diazepam (Obat penenang). Dan akhirnya dengan terpaksa pula  perawatanku di pindahkan ke rumah sakit agar lebih intensif. Tak ada seorang pun yang bisa menjengukku tanpa seizin Dokter,  bahkan Ayah dan Bunda sekalipun. Kemana mana aku harus di kawal, hmm..begitu membosankan.
Dua bulan aku menjalani pengobatanku di rumah sakit membuat aku mulai terbiasa dengan bau obat-obatan. Dengan melihat kondisiku yang kian membaik, dokter merencanakan kepulanganku besok pagi. Semenjak keluar dari rumah sakit aku tidak lagi melihat Aczha.
“akhirnya aku mampu menyembuhkan diriku sendiri, aku mampu melenyapkan sosok Aczha.  Dan mulai sekarang aku bisa fokus pada kuliahku yang sempat terbengkalai.” Pikirku
Tiga bulan berlalu, saat aku mengendarai mobilku dengan terburu-buru karena tidak ingin terlambat menjemput Dinda di rumahnya, Tiba-tiba sosok Aczha muncul tepat di sampingku. Aku yang terkejut dengan hal itu gak bisa berbuat apa-apa, tiba-tiba aku menabrak pohon yang ada di pinggir jalan. Gak ada yang parah dengan kecelakaan itu, hanya mengalami geger otak ringan. Saat aku sadar di ruang UGD Dinda menangis seakan-akan aku mau mati saja. Saat itu hanya satu kalimat yang bisa aku ucapkan ke Dinda, “A..A..Ac..zha... dia ada di sampingku” aku pun kembali tak sadarkan diri.
Lagi-lagi setelah aku melihat Aczha, tiba-tiba kertas memo merah jambu itu ada di genggamanku. “Untuk terakhir kalinya aku datang untuk melihat mu, aku akan pergi sesuai dengan keinginanmu. Kamu benar, aku adalah sosok halusinasi yang kamu buat dari trauma masa lalu mu, awalnya kamu sendiri yang menginginkan aku hadir dalam kehidupanmu untuk mengisi kekosonganmu, maka aku hadir dalam dunia halusinasimu. Kini aku pergi karena kamu pula yang menyuruhku untuk pergi. Selamat tinggal Rara”
“Selamat tinggal Aczha..” Air mataku tak henti-hentinya menetes, bahkan begitu sakit di bandingkan saat aku di khianati mantan kekasihku.
Satu tahun berlalu, kini aku sudah wisuda, dan gelarku sebagai sarjana hukum pun telah ku dapatkan, begitupun dengan Dinda yang lebih awal di wisuda dari pada aku. Dinda mengirimkan aku pesan bahwa dia menunggu ku di bundaran kampus, tanpa pikir panjang aku pun bergegas menemui sahabatku itu. Hmm.. lagi-lagi dia memelukku dengan erat, itu sangat membosankan.
          “Rara, ada yang mau ketemu sama kamu,bentar ya aku panggilin orangnya.” Seraya mengerlingkan matanya.
“Owalaah… kamu jadi genit gitu,ngeri aku mah ngeliatnya.” Kataku sambil menggeleng-gelengkan kepala.
Tak lama Dinda datang dengan membawa pria di sampingnya, dan kata dinda pria itu pengagumku, dia tertarik kepadaku saat membaca Novel perdanaku mengenai Skizofrenia. Namun yang membuat aku tercengang yaitu wajahnya mirip dengan sosok Aczha yang aku kenal satu tahun yang lalu, apakah ini halusinasiku lagi? Ahh..tidak.. kali ini dia nyata. Hanya saja nama pria yang ada di depan ku ini beda, AMAR dan bukan ACZHA.
Mau gak mau aku harus mampu membuka hatiku untuk orang lain, kali ini untuk yang benar-benar konsisten dalam menjalin hubungan denganku.  Jika Amar mampu menciptakan bahagiaku kenapa gak? Yang aku butuhkan bukan janji palsu yang gak bermartabat, tapi wujud dari apa yang dinamakan Action. Dan akhirnya dari semua hal yang aku katakan itu aku dapatkan dalam diri Amar. Ya,  Amar sang jelmaan dari sosok Aczha, “Pria halusinasiku.”

Selasa, 05 Agustus 2014

Cerpen terbaru 2014


ASDOSKU PACARKU
By: Afrilian HasyimahSyazwan
Namaku Jessica, Aku seorang wanita Karir dan juga seorang ibu rumah tangga, suatu ketika terngiang di pikiranku saat-saat aku kuliah dulu dan di pertemukan dengan jodohku yang sekarang menjadi suamiku.
Aku kuliah di Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar. Jurusan Kesehatan Masyarakat di bidang Gizi. Kini tahun ketiga ku menjalani Studyku, meski aku gak seperti teman-teman ku yang menikmati kuliahnya dengan berfoya-foya dengan uang yang mereka dapat dari orang tuanya, tapi aku masih bersyukur  bisa kuliah tanpa harus menghambur-hamburkan uang orang tuaku. Aku terkenal dengan sebutan kutu buku. Iya sih aku memang gak bisa terlepas dari yang namanya buku. Tapi aku gak merasa kecil hati ko’ di bilangi kutu buku.  Malahan baguslah aku jadi di anggap pintar,heheh..Cuma muji diri ko’.
Suatu hari ketika aku berangkat ke kampus kebetulan hari itu aku buru-buru banget, karena kebetulan juga hari itu aku Presentasi. Tiba-tiba ada mobil yang lewat dan hampir aja nyerempet aku,aku kaget dan terjatuh. “Haaiissshhh.. Sial banget sih aku hari ini udah telat bangun, pakek jatuh lagi”ngomelku dalam hati. Tiba- tiba mobil itu berhenti dan melihat dari balik jendelanya dan berkata
“Hey! Kalau jalan tuh di pinggir, hampir aja gue tabrak loe”.
 Hmm… Panas kuping  aku dengar perkataan tuh cowok brengsek.
“He!! Gak usah Songong deh loe, siapa juga yang jalan di tengah, gak usah banyak bacot deh loe, Untung aja gue gak laporin loe ke polisi. Dasar Cowok rempong!!!” Ketus ku. Cowok itu pun berlalu setelah mendengar kata-kataku tadi.
“Akhinya sampai di kampus juga, tapi masa sih aku presentasi dengan baju kotor dan berantakan gini, kan gak mungkin dong, Apa kata dosennya nanti. Aaah.. kali ini aku strees tingkat dewa deh”. Aku pun bergegas membersihkan bajuku di toilet,karena gak mungkin aku pulang ke rumah sedangkan presentasiku tinggal 5 menit lagi. Meski gak terlalu bersih setidak nya gak kaya tadi, akupun dengan harap-harap cemas memasuki ruang kelas dan aku udah di tunggu sama sahabatku Dwi yang mengira aku gak akan datang hari ini. “Astagfirulloh.. Kamu kenapa ko’berantakan banget sih? Habis renang loe di comberan,he?” kata Dwi sambil matanya melotot. Aku masih enggan menjelaskannya ke Dwi, mengingat beberapa menit lagi aku akan presentasi jadi harus menenangkan diri dulu.
Tiba-tiba Ketiku (Ketua Tingkat) bilang bahwa hari ini dosen gak dateng dan di gantikan dengan Asistennya. Kami pun serentak menghela napas panjang. “Kenapa juga harus Asistennya?” kami memang sangat meragukan Asisten dosen karena ulah asisten dosen juga yang buat Nilai kami di semester lalu nyaris gak ada, bukan apanya sih, kebanyakan asisten dosen itu teledor dalam memberikan nilai kepada kami, jadi itu alasan kami sangat menolak adanya Asdos (Asisten Dosen).
Beberapa menit kemudian Asdos nya Masuk ke kelas kami, “Wuuuiiihhh… Cool Man..” kata ku dalam hati. temen-temen sekelasku gak ada yang merem satupun pas tuh asdos masuk ruangan kami, tapi saat dia melepas topinya aku kaget setengah mati. Ternyata tuh Asdos  orang yang hampir nyerempet aku tadi dan orang yang aku kata-katain juga. “Aaaahh… Matii Guueee.” kenapa kebetulan gini sih,bisa terancam nilaiku nih. Asdos itu memperkenalkan namanya dengan gaya sok Cool nya itu. “Nama Saya Andi Deva Ferdiansyah, panggil saja saya Dev, Saya Adik dari Dosen kalian pak Hidayat. Saya mengajar di Universitas Hasanuddin, mata kuliah yang saya bawakan yaitu tentang Epidemologi Gizi. Status saya Single,belum menikah dan tidak punya pacar. Jika ada yang mau di tanyakan silahkan bertemu dengan saya.” Jelas Dev.
Aku hanya mengangguk-anggukkan kepalaku, pertanda bahwa aku mengerti apa yang di katakan Dev, hal yang aku lakukan kepada semua dosen yang menjelaskan apapun di depanku. Tiba-tiba Dev menyebut Namaku.” Jessica Chriestica,silahkan memprentasikan tugasmu.” Aku pun dengan berlahan berdiri dan melangkah dengan wajah tertunduk. Aku pun langsung saja memulai presentasiku, dari kejauhan Dwi memberiku semangat “ Jess, Fighting!!” aku pun tersenyum melihatnya, Dengan menghela napas panjang aku pun mulai. Aku hanyut dalam presntasiku hari itu, aku rasa aku melakukannya dengan baik, dan mendapat reaksi posiitif dari teman-temanku, semua memberikan tepuk tangan kepadaku, dan saat aku melihat ke Dev ternyata Dev begitu memperhatikanku sedari tadi . Hati ku bercampur bahagia dan malu,juga kesal sih sama Dev itu.
Dev mengumumkan Nilai presentasiku, dan gak aku sangka aku dapat nilai 99, Nilai paling tinggi diantara teman-tamanku. Waw.. serasa pengen terbang gitu.
Akhirnya kelas pun selesai, akupun bergegas keluar kelas lebih awal dai biasanya mungkin sangking senangnya aku sampai lupa ngajak Dwi keluar kelas bareng.
            “Cie..cie.. yang lagi senang, sampai-sampai aku di tinggal gitu aja!” ucap Dwi Manyun 
            “Hmm..maaf..maaf.. aku bahagia sih tapi sebel juga.”
“Kenapa sebel? Bukannya bahagia gitu bisa dapat nilai tinggi, heran deh sama   kamu,Jess.”
Seraya menghela napas Jessica menjelaskan kejadian tadi pagi.
“Dwi dengerin aku ya, Dev itu orang yang hampir nyerempet aku dan orang yang aku kata-katain tadi pagi, aku kaget banget tau gak tadi pagi, rasanya gak bisa napas.” Jelas Jessica
“Wah..wah.. gila loe Jess, udah jatuh malah ketiban tangga pula loe, ckckck” kata Dwi sambil menggelengkan kepala.
“Yaa udahlah, toh udah terlanjur juga, aku ya masih tetap kesal sama tuh asdos! Yang bener aja tuh, ngakunya asdos tapi sama mahasiswa sendiri kasar banget, baru juga Asisten, gimana kalau udah jadi dosen!” Ketusnya
Dwi mengusap-ngusap pundakku agar aku tenang,kami pun pulang ke rumaah tanpa kelayapan kemana-mana. Sesampainya di rumah aku langsung menghempaskan tubuhku ke kasur, aku betul-betul lelah hari itu, aku makan, sholat dan langsung tidur, sebab ada tugas yang harus aku kerjakan malamnya. Aku terbiasa mengatur waktuku dengan baik agar semua kegiatanku tidak terbengkalai, mungkin karena aku sudah terbiasa hidup sendiri tanpa ada mama dan papa di sampingku, aku jadi bisa mandiri.
Dalam hidupku banyak sekali yang ingin aku lakukan bersama mama dan papaku tapi apa daya, demi harus menyekolahkanku mereka bertarung nyawa jauh-jauh ke luar daerah untuk mencari seonggok rupiah. Tak lama aku merenung tiba-tiba ada yang mengetuk-ngetuk pintuku, aku pun bergegas membuka pintu, aku tercengang saat aku buka pintu kamarku wajah Dev yang muncul di hadapanku, aku terkejut banget, buat apa dia kesini? Ada perlu apa dia sama aku? Dari mana dia tau alamatku? Berbagai pertanyaan muncul di benakku.
Aku pun menyuruhnya masuk, bagaimanapun Dev itu asisten dosenku, jadi mau tak mau aku harus menjamunya, aku gak berani berkutik saat dia ada di hadapanku seperti ini.
“ maaf ya aku mengganggu waktu kamu, kamu pasti kaget karena tiba-tiba aku datang ke rumah kamu, jujur saja sejak kejadian kemaren aku gak bisa tenang mikirin kamu, aku merasa bersalah sama kamu, kamu terluka gak kemaren? Kita kerumah sakit aja yuk.” Jelas Dev
“gak papa ko’kak, aku baik-baik aja, aku juga minta maaf udah ngata-ngatin kakak kemaren, baru kali itu aku bicara kasar sama orang. Sekali lagi aku minta maaf ya kak Dev.” Ucapku seraya tertunduk malu.
            “ gak perlu minta maaf Jessica, aku maklumi itu.” Kata Dev
            “ tapi kakak tau alamatku dari siapa?” tanyaku
“ oh itu, kemaren pas kelas selesai aku panggil Dwi ke ruanganku, aku minta deh alamat kamu, maaf ya kalau aku lancang.”
            “iya gak apa-apa kak, maaf ya seadanya aja kak, maklum anak kos-kosan.”
Dev tersenyum melihatku, akupun membalas senyumnya. Akhirnya Dev berpamitan untuk pulang, entah kenapa aku bahagia banget dan berharap hari esok cepat tiba agar bisa ketemu lagi sama Dev, hmm.. ini nih yang namanya benci tapi demen…heheh
Keesokan harinya seperti biasa aku menjalani keseharianku sebagai mahasiswa yang pastinya ke kampus donk, masa ke kebun. Aku berjalan dengan santai di koridor fakultas, sesekali menyapa kenalanku, hari itu terasa berbeda banget, gak seperti kemarin yang serba berantakan. Senyum sembringah terpancar dari sela bibirku. Dwi sampai heran banget liat aku seperti itu, dan sesekali dia mengejekku. Hmm.. tau aja nih si Dwi low aku lg happy. Saat masuk ke ruang kelas aku di kagetkan dengan teman-temanku yang tumben-tumbenan berkerumun di depan meja ku, aku penasaran dan segera melihatnya. Aku terkejut saat yang aku lihat di atas mejaku itu adalah seikat bunga mawar Putih kesukaanku beserta kartu ucapan yang bertuliskan “From: Pangeran Berkuda Putih”. Aku diam seribu bahasa, dan seketika itu pula beribu pertanyaan muncul di benakku.
“ siapa kah si ‘pangeran berkuda putih’ ini? Kenapa dia tau aku menyukai White Rose?” bisikku dalam hati
Seikat mawar itu selalu ku pandangi, ku pegang, dan ku tanya dia, “dari mana asalmu?” pertanyaan bodoh itu seketika terlontar dari bibirku. Tiba-tiba ponselku bordering singkat tanda ada pesan teks yang masuk. Aku segera membukanya ternyata pesan dari Dev, disitu tertulis “ White Rose itu ku persembahkan untuk wanita pujaanku.” Aku yang membaca pesan Dev terkejut banget, aku gak nyangka bunga itu dari Dev, aku langsung bergegas temui Dev, tapi pas aku mau keluar dari ruangan, ternyata Dev sudah memperhatikan aku sedari tadi di depan pintu. Dev menarik tanganku dan mengajak ku ke mobilnya, Dev mengatakan padaku jika ia menyukaiku, bahkan ia ingin menjalin hubungan serius denganku. Aku gak habis pikir dari mana perasaan ini muncul,dan sejak kapan aku dan Dev saling menyukai.
Umur ku dan Dev terpaut Lima tahun tapi kami berkomitmen untuk saling melengkapi kekurangan kami. Aku di usia yang Sembilan belas tahun akan mencoba mengerti posisi Dev dan selalu memberinya support, sedangkan Dev dengan usianya yang Dua puluh empat tahun akan selalu mengerti aku, dan selalu menyayangiku, dan menjagaku.
Pukul 14:30 di taman kampus.
Dev resmi mengajakku untuk bertunangan, meski kami belum lama kenal tapi kami yakin apapun jalan yang kami tempuh ini adalah yang terbaik buat kami kedepannya. Sore itu kami di saksikan teman-teman satu kampus yang heboh banget melihatku bersama kak Dev.
Satu tahun kemudian…
Setelah Dev diangkat menjadi dosen tetap, ia pun akhirnya melamarku, aku bahagia dan bersyukur Alloh mempertemukan aku dengan Dev, setahun bertunangan sudah cukup buat kami untuk saling mengenal lebih jauh. Nah, itu kan dulu waktu setahun kami menikah, sekarang nih setelah aku wisuda kami pun memiliki buah hati yang menjadi belahan jiwa kami, lengkap sudah hidup ini setelah malaikat kecil ini hadir dalam hidup kami, Anggun Christica Ferdiansyah. Itulah nama buah hati kami. Sering kali aku tersenyum jika mengingat kembali masa-masa awal pertemuanku dengan Mas Dev yang awal nya adalah laki-laki yang aku benci namun sekarang yang terjadi adalah “ Asdosku Pacarku” bahkan Dev bukan hanya pacarku di dunia tapi juga pacarku untuk di akhirat kelak bersama buah hati kami.
            SELESAI…

 

Goresan Pena Ashima Template by Ipietoon Cute Blog Design